Liputan Jatim Bersatu

Panti Rehabilitasi Merah Putih Diduga Di Jadikan Sarang Transaksional: Begini Kronologinya

Surabaya | LiputanJatimBersatu.com – Dugaan praktik “tangkap lepas” kembali mencuat di lingkungan Ditresnarkoba Polda Jawa Timur. Kasus ini bermula dari pengungkapan jaringan penyalahgunaan narkotika yang berujung pada dilepaskannya tiga tersangka dengan dalih rehabilitasi, setelah adanya pembayaran sejumlah uang.

 

Berdasarkan informasi yang dihimpun, kasus ini berawal dari penangkapan seorang pria berinisial R’ yang kemudian dikembangkan hingga berhasil mengamankan S’ dan MAH’. Ketiganya ditangkap pada Rabu, 2 Juli 2025 sekitar pukul 02.00 WIB setelah pesta sabu di sebuah indekos di Desa Sedengan Mijen, Krian, Sidoarjo, Jawa Timur.

 

Namun, bukannya diproses hukum sesuai ketentuan, ketiga pelaku justru disebut-sebut diarahkan untuk menjalani rehabilitasi di Rumah Rehab Merah Putih, Jalan Rungkut Menanggal Harapan X-19, Surabaya.

 

Seorang sumber menyebutkan, keluarga para pelaku diminta membayar sejumlah uang melalui seorang pengacara berinisial RM’, yang diduga berhubungan langsung dengan oknum anggota Ditresnarkoba Polda Jatim.

 

“Awalnya diminta Rp 60 juta per orang, tapi kemudian diturunkan menjadi R p75 juta untuk tiga orang. Setelah saya nego, akhirnya disepakati Rp 50 juta. Uang itu saya serahkan langsung di dalam mobil pengacara,” ungkap istri MAH dengan nada lantang.

 

Tak berhenti di situ, keluarga korban juga masih dimintai tambahan biaya sebesar Rp2 juta per orang saat berada di Rumah Rehab Merah Putih.

 

“Di rehab pun masih diminta Rp2 juta per kepala supaya bisa segera dipulangkan,” tambahnya.

 

Praktik ini menimbulkan keprihatinan mendalam, sebab memperlihatkan bagaimana proses hukum bisa dikendalikan oleh kekuatan finansial. Alih-alih menjalani proses sesuai Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, para pelaku justru diarahkan untuk menggunakan jasa kuasa hukum tertentu dengan imbalan uang.

 

“Ketika saya menjenguk suami, petugas mengatakan suami saya berada di bawah Kasubdit II. Saya kemudian dipertemukan dengan Pak Bayu dan Pak Rama, yang mengaku sebagai pengacara,” jelasnya.

 

Kasus ini menambah catatan kelam praktik dugaan penyalahgunaan jabatan di tubuh aparat penegak hukum. Publik pun semakin meragukan transparansi dan integritas sistem hukum di Indonesia.

 

Padahal, dalam hukum jelas diatur:

“Setiap orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya, dipidana dengan penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta denda paling banyak Rp250.000.000.”

 

Hingga berita ini diturunkan, media masih berupaya mengkonfirmasi pihak terkait, pihak Rumah Rehab Merah Putih Surabaya. Namun enggan berkomentar prihal adanya dugaan transaksional.

 

 

Bersambung