Surabaya, LiputanJatimBersatu,com. Insiden kericuhan yang terjadi di sebuah tempat hiburan malam (THM) Ibiza, kawasan Genteng, Surabaya, menyisakan duka. Seorang pengunjung Inisial MRY Yang merupakan Warga taman Sidoarjo 24 Tahun, dilaporkan meninggal dunia usai keributan yang terjadi pada Kamis (27/11/2025) dini hari. Kanit Reskrim Polsek Genteng membenarkan bahwa korban merupakan warga Sidoarjo. “Korban merupakan warga Taman Sidoarjo,” ujar Kanit Reskrim saat dikonfirmasi awak media. Peristiwa tersebut sempat terekam dalam sebuah video yang kemudian viral di media sosial. Dalam rekaman itu terlihat suasana panik di dalam lokasi hiburan, dengan sejumlah pengunjung terlibat keributan. Beberapa bagian video menunjukkan korban dalam kondisi terluka serius di lokasi kejadian. Polisi yang menerima laporan langsung mendatangi TKP untuk melakukan pengamanan lokasi serta olah tempat kejadian perkara. Garis polisi dipasang di beberapa titik guna memudahkan proses penyelidikan. Hingga saat ini, aparat kepolisian masih melakukan pendalaman dengan memeriksa sejumlah saksi, pihak keamanan internal, dan pihak-pihak lain yang berada di lokasi saat kejadian berlangsung. Penyebab pasti kericuhan masih dalam tahap penyelidikan. Polisi belum menyimpulkan apakah peristiwa ini murni perkelahian antar pengunjung atau terdapat faktor lain yang memicu insiden tersebut. Di sisi lain, manajemen THM Ibiza belum memberikan pernyataan resmi kepada publik terkait insiden yang menewaskan salah satu pengunjung tersebut. Upaya konfirmasi masih terus dilakukan oleh media. Pihak kepolisian mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarkan informasi yang belum terverifikasi serta tidak menyebarkan potongan video yang dapat menimbulkan persepsi keliru di tengah publik. Kasus ini masih terus ditangani pihak kepolisian untuk mengungkap fakta dan kronologi lengkap peristiwa tersebut. Redaksi
Day: November 27, 2025
Manajemen Hiburan Malam Ibiza Belum Berikan Pernyataan Terkait Video Viral Kericuhan
Surabaya, LiputanJatimBersatu.com – Manajemen tempat hiburan malam Ibiza hingga kini belum memberikan keterangan resmi terkait beredarnya video yang viral di media sosial, yang memperlihatkan adanya kericuhan antar pengunjung di dalam lokasi hiburan tersebut, yang dikabarkan berujung pada meninggalnya seorang pria, Kamis (27/11/2025). Berdasarkan pantauan redaksi, beberapa potongan video yang beredar luas memperlihatkan situasi ricuh di dalam area hiburan, di mana sejumlah pengunjung tampak terlibat adu mulut hingga aksi saling dorong. Dalam video lain, terlihat seorang pria tergeletak di lantai dalam kondisi luka dan berlumuran darah. Tim LiputanJatimBersatu.com telah berupaya melakukan konfirmasi langsung kepada pihak manajemen Ibiza. Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi, klarifikasi, maupun tanggapan tertulis dari pihak manajemen terkait peristiwa tersebut. Sementara itu, saat dikonfirmasi, IPTU Vian membenarkan adanya peristiwa kericuhan di lokasi hiburan tersebut. Pihak kepolisian menyatakan saat ini masih melakukan penyelidikan guna mengungkap kronologi lengkap kejadian serta penyebab pasti meninggalnya korban. “Iya, benar adanya kericuhan di tempat hiburan tersebut. Saat ini masih dalam proses penyelidikan,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui sambungan WhatsApp. Pihak kepolisian juga mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarkan konten visual yang bersifat sensitif serta informasi yang belum terverifikasi, guna menghindari kesimpangsiuran informasi dan potensi keresahan di tengah masyarakat. Peristiwa ini menyita perhatian publik, ditandai dengan munculnya berbagai desakan agar kasus tersebut dapat diusut secara transparan, profesional, dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Redaksi LiputanJatimBersatu.com menyatakan akan terus memantau perkembangan kasus ini, serta berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, termasuk instansi perizinan, Pemerintah Kota Surabaya, dan Satpol PP, sesuai dengan kewenangan masing-masing. Redaksi
Kanit Reskrim Polsek Genteng Benarkan Kericuhan di Tempat Hiburan Ibiza, Satu Pengunjung Meninggal Dunia
Surabaya, LiputanJatimBersatu,com. Peristiwa kericuhan terjadi di salah satu tempat hiburan malam, Diskotik Ibiza, yang berada di wilayah hukum Polsek Genteng, Surabaya. Insiden tersebut berujung tragis setelah seorang pengunjung dilaporkan meninggal dunia di lokasi kejadian. Kanit Reskrim Polsek Genteng membenarkan adanya peristiwa tersebut saat dikonfirmasi oleh awak media pada Kamis (27/11/2025). Ia menyatakan bahwa aparat kepolisian langsung mendatangi lokasi usai menerima laporan dari masyarakat. “Benar, telah terjadi kericuhan di salah satu tempat hiburan malam. Dalam peristiwa tersebut terdapat satu korban meninggal dunia di lokasi kejadian. Saat ini kami masih melakukan penanganan dan penyelidikan lebih lanjut,” ujar Kanit Reskrim Polsek Genteng. Menurut informasi sementara, kericuhan diduga melibatkan sejumlah pengunjung. Namun, pihak kepolisian belum dapat menyimpulkan penyebab pasti peristiwa tersebut karena masih dalam tahap pendalaman. Petugas kepolisian telah mengamankan area sekitar lokasi kejadian dan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Sejumlah saksi yang berada di lokasi telah dimintai keterangan untuk membantu proses penyelidikan. “Kami masih mengumpulkan keterangan saksi-saksi serta melakukan pemeriksaan terhadap rekaman CCTV yang ada di sekitar lokasi,” tambahnya. Pihak kepolisian juga mengimbau masyarakat untuk tidak mudah mempercayai informasi yang beredar di media sosial yang belum terverifikasi kebenarannya. “Kami meminta masyarakat tetap tenang dan tidak menyebarkan informasi yang belum jelas sumbernya karena dapat mengganggu proses penyidikan,” tegasnya. Hingga berita ini ditulis, identitas korban masih belum dipublikasikan secara resmi. Pihak kepolisian menyatakan akan menyampaikan perkembangan kasus ini setelah proses penyelidikan lebih lanjut. Redaksi
Buka Banda Heritage Festival, Mendagri Puji Pesona Alam hingga Kekayaan Sejarah Banda Neira
Banda Neira – LiputanJatimBersatu,com. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian resmi membuka Banda Heritage Festival di Istana Mini, Banda Neira, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, Rabu (26/11/2025) malam. Dalam kesempatan tersebut, Mendagri memuji pesona alam yang luar biasa, kekayaan sejarah, hingga budaya Banda Neira. “Banda memiliki sejarah yang sangat panjang. Sejarah Banda ketika menjadi rebutan dunia sehingga dijuluki sebagai Spice Island, pulau rempah-rempah,” ujar Mendagri. Mendagri menambahkan, sejarah panjang Banda Neira terlihat dari jejak peninggalan masa lalu yang masih tersimpan hingga kini. Ia mengapresiasi penyelenggaraan festival yang digelar di Istana Mini—salah satu lokasi bersejarah di Banda Neira. Di sisi lain, Mendagri menyoroti beragam budaya yang menyatu di Banda Neira dan membentuk identitas khas melalui akulturasi budaya. Lebih lanjut, Mendagri mengapresiasi penyelenggaraan festival yang mampu menghidupkan aktivitas masyarakat. Ia menekankan bahwa berbagai potensi besar di Banda Neira dapat terus dikembangkan sehingga memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Terlebih, pesona alam berupa hamparan gunung hijau, keindahan alam bawah laut yang masih asri, hingga bangunan bersejarah dari masa kolonial yang masih terjaga menjadikan Banda Neira memiliki peluang besar untuk berkembang. “Masih ada rumah-rumah zaman Belanda yang masih terjaga dengan baik ditambah kekayaan budaya. Itu adalah modal penting dan membahagiakan kita semua,” imbuhnya. Dalam kesempatan itu, Mendagri mengajak seluruh pihak melakukan refleksi atas berbagai modal besar yang dimiliki Banda Neira. Pasalnya, dari hasil kunjungan ke beberapa lokasi, ia masih menjumpai sejumlah anak yang terindikasi mengalami stunting, yang terlihat dari ukuran tubuh mereka yang berada di bawah rata-rata. Oleh karena itu, Mendagri meminta kondisi tersebut menjadi catatan penting untuk mengoptimalkan kembali kekayaan Banda Neira. Ia secara khusus mendorong agar potensi di bidang perikanan maupun pariwisata dapat dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Mendagri juga menyarankan agar Banda Neira meniru konsep pemberdayaan pariwisata di Bali. Menurutnya, konsep wisata Bali ideal karena mampu memaksimalkan potensi sekaligus menjaga kelestarian budaya. Keseimbangan tersebut dinilai dapat direplikasi untuk kemajuan Banda Neira. “Bali digempur luar biasa. Turis-turis asing, turis-turis lokal dari berbagai penjuru Indonesia datang ke sana tapi budaya adat lokal masih dominan dan menjadi bagian dari kehidupan. Kenapa? Karena instrumen-instrumen ketahanan budaya dan adatnya itu aktif dan dihidupkan dan didukung oleh regulasi,” tandasnya. Sebagai informasi, sebelum membuka acara tersebut secara resmi, Mendagri bersama rombongan meninjau Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di kawasan Istana Mini. Mendagri juga menyaksikan pameran foto yang menampilkan kekayaan Banda Neira. Turut hadir dalam acara tersebut, Ketua Umum Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Tri Tito Karnavian; anggota Komisi V DPR RI Saadiah Uluputty; Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa; Ketua TP PKK Provinsi Maluku Maya Baby Rampen Lewerissa; Bupati Maluku Tengah Zulkarnain Awat Amir; Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Bursah Zarnubi; Bupati Seram Bagian Timur Fachri Husni Alkatiri; serta pejabat terkait dari kementerian/lembaga. Puspen Kemendagri
Wamendagri Wiyagus Soroti Masalah Pendidikan hingga Pelayanan Dasar di Daerah Perbatasan
Sambas – LiputanJatimBersatu,com. Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Akhmad Wiyagus menyoroti sejumlah permasalahan sosial yang terjadi di wilayah perbatasan negara di Kalimantan Barat (Kalbar), mulai dari pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur, hingga pelayanan dasar. Ia menilai, persoalan tersebut menjadi perhatian utama Presiden Prabowo Subianto dan akan segera dievaluasi untuk dicarikan solusi yang tepat. “Saya akan agendakan secara khusus dan ini akan kita kaji di Kemendagri, untuk intervensi ke daerah, karena salah satu fungsinya juga kita mengoordinasikan antar-kebijakan pemerintah pusat dengan daerah,” katanya pada Rapat Koordinasi (Rakor) Pengawasan Daerah Perbatasan Negara di Kalbar, di Kantor Bupati Sambas, Kalbar, Rabu (26/11/2025). Wiyagus mengatakan, Kemendagri terus berkomitmen menjalankan perannya dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan daerah. Ia membuka ruang diskusi bagi seluruh kepala daerah untuk menemukan solusi atas berbagai persoalan yang terjadi di wilayah masing-masing. “Perlu disampaikan terkait permasalahan bukan hanya di perbatasan sebenarnya, termasuk urusan pemerintahan daerah lainnya, silakan mampir ke ruangan saya kita berdiskusi bersama-sama,” ujarnya. Ia menambahkan, Kemendagri memiliki sejumlah komponen yang bertugas mendampingi pemerintah daerah (Pemda) dalam menyelesaikan berbagai persoalan. “Kita ada beberapa komponen yang bisa memberikan guidance ya untuk menyelesaikan permasalahan di daerah,” pungkasnya. Turut hadir pada Rakor tersebut Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda; Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf; Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Makhruzi Rahman; Direktur Kawasan, Perkotaan, dan Batas Negara Ditjen Bina Adwil Kemendagri Amran; Bupati Sambas Satono; serta jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Sambas. Puspen Kemendagri
Kemendagri dan BNPB Siapkan Posko Nasional di Tapanuli Utara
Jakarta – LiputanJatimBersatu,com. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bergerak cepat menangani bencana banjir dan longsor yang terjadi di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), Sumatera Utara. Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Adwil Kemendagri Safrizal ZA melaporkan bahwa koordinasi intensif terus dilakukan untuk memastikan upaya tanggap darurat berjalan efektif. Safrizal menjelaskan, tim Kemendagri telah berada di Taput dan berkoordinasi langsung dengan Bupati Taput serta jajaran keamanan setempat. “Malam ini kami siapkan posko nasional di Taput, karena kami rencanakan menjadi pusat logistik udara,” ujar Safrizal dalam keterangannya, Rabu (26/11/2025). Ia menambahkan, tim lapangan akan bergerak menuju lokasi longsor pertama pada Rabu (26/11/2025) malam. Selain itu, pada keesokan hari sekitar pukul 10.00 WIB, BNPB telah menjadwalkan penerbangan menggunakan pesawat caravan untuk meninjau dan mengirim bantuan ke wilayah Sibolga dan Tapanuli Tengah. Upaya tersebut dilakukan sebagai langkah antisipatif untuk memastikan seluruh daerah terdampak mendapatkan dukungan logistik yang memadai. Safrizal juga menyampaikan bahwa helikopter logistik baru dapat mendarat sekitar pukul 16.00 WIB. Dengan demikian, pengangkutan logistik melalui helikopter baru dapat dilakukan pada Jumat (28/11/2025). “Tim PU (Dinas Pekerjaan Umum) dan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) terus berupaya membuka jalan. Namun longsor [susulan] terus terjadi karena hujan,” jelasnya. Bencana alam banjir dan longsor yang terjadi pada Senin (24/11/2025) telah menyebabkan delapan warga meninggal dunia dan puluhan rumah rusak. Upaya evakuasi telah dilakukan berbagai pihak hingga Selasa siang. Tim gabungan dari TNI-Polri, BPBD, dan Satpol PP juga telah dikerahkan ke lokasi-lokasi terdampak. Sebelumnya, pada 18 November 2025, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 300.2.8/9333/SJ tentang Kesiapsiagaan Menghadapi Potensi Bencana Hidrometeorologi. Menindaklanjuti SE tersebut, Kemendagri bergerak cepat mengonsolidasikan unsur BPBD, Satpol PP, serta Pemadam Kebakaran (Damkar) dan Penyelamatan di seluruh daerah. Konsolidasi tersebut dilakukan melalui Rapat Koordinasi Kesiapsiagaan Pemerintah Daerah yang berlangsung secara virtual pada Jumat (21/11/2025). Forum ini dihadiri oleh Kepala Pelaksana BPBD, Kepala Satpol PP, serta Kepala Dinas Damkar dan Penyelamatan provinsi maupun kabupaten/kota seluruh Indonesia. Puspen Kemendagri
Tutup Apel Kasatwil 2025, Wakapolri: Titik Awal Ekspektasi Publik Agar Polri Semakin Humanis dan Responsif
Jawa Barat – LiputanJatimBersatu,com. Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo menutup kegiatan apel Kasatwil tahun 2025 di Satlat Brimob, Cikeas, Jawa Barat pada Rabu 26 November 2025. Dalam amanatnya, Komjen Dedi mengatakan, apel Kasatwil bukan akhir, melainkan titik awal dari ekspektasi publik agar Polri semakin transparan, humanis, responsif, dan berpegang pada prinsip to serve and protect. “Apel Kasatwil merupakan momentum refleksi, transfer knowledge, serta evaluasi bersama atas kinerja tahun 2025 sebagai dasar peningkatan kinerja Polri ke depan,” kata Dedi. Mantan Irwasum Polri ini mengatakan, Polri bukan organisasi anti kritik. Masukan dari masyarakat, akademisi, dan pemerhati menjadi dasar bagi Polri untuk berubah menjadi lebih profesional dan dipercaya publik. Untuk itu, kata Dedi, Polri mengundang seluruh pihak eksternal untuk menyampaikan saran tertulis terkait perubahan paradigma penanganan unras sebagai ruang partisipasi publik dalam penyusunan Perkap. Dedi mengatakan, Polri saat ini sedang menyusun Perkap baru terkait penanganan unjuk rasa sebagai bagian dari perubahan Institusi menuju ke arah yang lebih baik. Untuk itu, kata Dedi, Polri mengundang seluruh pihak eksternal untuk menyampaikan saran tertulis. “Penyusunan Perkap dilakukan secara matang dengan mempertimbangkan masukan dari koalisi masyarakat sipil, pakar, akademisi, serta berbasis studi komparatif, termasuk rencana referensi ke Inggris untuk memperdalam konsep code of conduct,” katanya. Eks Kadiv Humas Polri ini mengatakan, pada Januari akan dilaksanakan studi komparatif ke Inggris untuk mendalami lima siklus dalam bertindak yang menjadi standar di kepolisian di negara tersebut. Aturan baru nantinya akan menggantikan pola tiga tahapan (hijau–kuning–merah) menjadi lima tahapan dengan enam cara bertindak. “Mengarahkan bahwa setiap komandan lapangan wajib membuat laporan terperinci mengenai cara bertindak dalam lima tahapan unras dalam bentuk decision log sebagai bahan evaluasi dan akuntabilitas untuk meningkatkan profesionalisme penanganan unras ke depan,” ujarnya. Lebih lanjut, Dedi menegaskan para Kapolres adalah calon pemimpin Polri di masa depan, sehingga perubahan Polri kearah yang lebih baik ditentukan oleh kualitas SDM yang mengisinya. “Mengajak seluruh jajaran berpikir kritis dalam menghadapi masalah serta memastikan penyelesaian berbasis kajian dan fakta di lapangan,” ucapnya. Mengambil pembelajaran dari Agustus Kelabu dan Black September, khususnya terkait kelayakan tenda personel di lapangan, yang harus diperbaiki agar lebih layak bagi pergantian pasukan yang berlangsung hingga satu bulan. Prototipe tenda baru telah dirumuskan melalui studi komparatif, lebih manusiawi, dan tidak panas, dan akan didistribusikan bertahap ke seluruh satuan wilayah. Terakhir, ia pun mengapresiasi seluruh jajaran atas kinerja satu tahun terakhir dan menekankan pentingnya menyamakan visi sejalan dengan program Akselerasi Transformasi Polri dan Quick Wins yang mencerminkan perubahan nyata dan terukur.
Pelayanan Polri Terhadap Unjuk Rasa Lebih Adaptif, Wakapolri: “Semua Berbasis Kajian, Riset, dan Masukan Publik”
Jakarta — LiputanJatimBersatu,com. Polri tengah merumuskan ulang model serta standar pelayanan terhadap pengunjuk rasa agar lebih humanis, profesional, dan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Pembaruan ini dilakukan secara bertahap dan berbasis kajian multidisipliner, masukan publik, serta studi komparatif ke luar negeri. Wakapolri Komjen Pol Prof. Dr. Dedi Prasetyo menegaskan bahwa seluruh pendekatan yang disusun berlandaskan visi hukum dan prinsip penghormatan terhadap hak warga negara. “Penyampaian pendapat di muka publik adalah hak konstitusional. Karena itu, pelayanan terhadap pengunjuk rasa harus kita rumuskan ulang agar lebih adaptif, humanis, dan tetap menjaga keamanan. Semua harus berbasis kajian, riset, dan masukan masyarakat,” ujarnya. Menurut Wakapolri, Polri tidak ingin terburu-buru menetapkan regulasi baru yang diberlakukan secara nasional. Proses penyusunannya tetap melibatkan koalisi masyarakat sipil, akademisi, dan para pakar. “Kami tidak ingin membuat aturan secara tergesa-gesa. Semua masukan dari masyarakat sipil, akademisi, serta hasil studi komparatif akan kami rangkum terlebih dahulu. Ini komitmen kami untuk menghasilkan regulasi yang benar-benar tepat,” tegasnya. Pada Januari mendatang, tim akan melakukan studi ke Inggris untuk mempelajari Code of Conduct terkait pengendalian massa. Model tersebut terdiri dari lima tahap mulai analisis awal hingga konsolidasi, lengkap dengan aturan “do and don’t” bagi setiap jenjang petugas. “Studi komparatif di Inggris sangat penting untuk melihat bagaimana best practice diterapkan. Kita ingin memastikan setiap tindakan di lapangan sesuai standar internasional dan tetap menghormati hak masyarakat,” tutur Wakapolri. Perubahan internal Polri juga terus berlangsung. Jika sebelumnya sistem pengendalian unjuk rasa mengenal 38 tahap, kini disederhanakan menjadi lima fase yang lebih terukur, diterapkan bersama enam tahapan penggunaan kekuatan sesuai Perkap No. 1 Tahun 2009 dan standar HAM sebagaimana diatur dalam Perkap No. 8 Tahun 2009. Wakapolri menegaskan perlunya mekanisme evaluasi berjenjang pada setiap tindakan kepolisian. “Setiap komandan wajib melaporkan progres, analisis tindakan, dampaknya, hingga evaluasi akhir. Ini menjadi pegangan agar kita bisa memperbaiki diri. Organisasi tidak akan berubah jika manusianya tidak berubah,” ungkapnya. Ia juga menekankan pentingnya pendekatan ilmiah dan berbasis riset dalam setiap proses pengambilan keputusan. “Perubahan organisasi tidak bisa hanya berbasis pengalaman. Harus ada filsafat ilmu, logika, kajian empiris, dan riset. Kritik, saran, dan koreksi dari masyarakat adalah input penting bagi kami,” ujar Komjen Dedi. Dalam kegiatan tersebut, Polri turut melibatkan berbagai elemen masyarakat sipil sektor keamanan. Hadir di antaranya Ketua Harian Kompolnas, Koalisi Masyarakat Sipil Sektor Keamanan, Ketua PBHI, Ketua YLBHI, Direktur Imparsial, Direktur Raksa Initiative, anggota KontraS, Direktur Koalisi Perempuan, Direktur HRRWG, Direktur Centra Initiative, Direktur Amnesty International Indonesia, serta perwakilan Walhi. Keterlibatan mereka menjadi bagian penting dari proses penyusunan model pelayanan yang lebih partisipatif dan transparan. Polri juga mencatat sejumlah kendala lapangan, seperti keterbatasan alat dan sumber daya di beberapa wilayah. Namun, semua temuan tersebut menjadi masukan untuk perbaikan SOP dan penguatan koordinasi pengamanan pada masa mendatang. “Kami ingin memastikan bahwa pelayanan publik, khususnya pengamanan unjuk rasa, benar-benar responsif, adaptif, dan berdampak langsung bagi masyarakat. Inilah semangat transformasi yang diamanatkan Bapak Kapolri,” tutup Wakapolri.
Polri Perkuat Model Pelayanan Unjuk Rasa Berbasis Standar HAM Internasional, Wakapolri: “Kita Sesuaikan dengan Best Practice Negara Maju”
Jakarta — LiputanJatimBersatu,com. Polri terus memperbarui model dan langkah-langkah pelayanan terhadap pengunjuk rasa melalui pendekatan berbasis hak asasi manusia (HAM) dan komparatif internasional. Pembaruan ini dilakukan dengan merujuk pada best practice negara maju, khususnya Inggris, yang telah memiliki Code of Conduct pengendalian massa yang dinilai efektif, transparan, dan akuntabel. Wakapolri Komjen Pol Prof. Dr. Dedi Prasetyo menegaskan bahwa penyusunan model pelayanan unjuk rasa harus sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 dan sekaligus memenuhi standar internasional dalam perlindungan hak berekspresi. “Model pelayanan terhadap pengunjuk rasa harus kita rumuskan ulang, tidak hanya berdasarkan kondisi dalam negeri, tetapi juga mengacu pada standar HAM internasional. Kita belajar dari negara-negara yang sudah lebih maju dalam pengelolaan kebebasan berpendapat di ruang publik,” ujar Wakapolri. Terkait hal itu, Polri akan melakukan studi komparatif ke Inggris pada Januari mendatang. Inggris memiliki Code of Conduct yang membagi pengendalian massa ke dalam lima tahap — mulai dari analisis awal, penilaian risiko, langkah pencegahan, tindakan lapangan, hingga konsolidasi pascakejadian. Setiap tahap dilengkapi aturan jelas “do and don’t” bagi petugas lapangan hingga komandan. “Inggris memiliki pendekatan modern, terstruktur, dan berbasis HAM. Code of Conduct mereka menjelaskan dengan rinci apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Ini sangat relevan untuk meningkatkan kualitas pelayanan Polri terhadap pengunjuk rasa,” jelas Wakapolri. Selain studi internasional, Polri juga melibatkan akademisi, pakar, serta koalisi masyarakat sipil untuk memastikan bahwa pembangunan model ini inklusif dan sesuai prinsip demokrasi. Salah satunya adalah asesmen terhadap kemampuan psikologis dan evaluatif para komandan, kasatwil, dan kapolres, yang dinilai penting untuk menciptakan pengambilan keputusan yang proporsional di lapangan. Perubahan internal turut dilakukan. Sistem pengendalian massa yang dahulu memiliki 38 tahapan kini disederhanakan menjadi lima fase utama. Hal ini disinkronkan dengan enam tahapan penggunaan kekuatan sesuai Perkap No. 1 Tahun 2009 serta standar HAM pada Perkap No. 8 Tahun 2009. Wakapolri menegaskan pentingnya kewajiban evaluasi berkelanjutan sebagai bagian dari standar HAM internasional. “Setiap tindakan dalam lima tahap harus dievaluasi, mulai dari progres hingga dampaknya. Ini sejalan dengan prinsip accountability dalam standar HAM global. Polri harus berani berubah, memperbaiki, dan beradaptasi,” tegasnya. Komjen Dedi juga menekankan bahwa perubahan organisasi tidak bisa hanya mengandalkan pengalaman, tetapi harus berbasis kajian ilmiah, riset multidisipliner, dan data. “Dalam konteks internasional, semua negara yang maju dalam pelayanan publik selalu bertumpu pada ilmu pengetahuan dan kajian. Itulah yang kita lakukan. Masukan dari masyarakat sipil menjadi bagian penting dari proses ini,” ungkapnya. Pada kesempatan tersebut, Polri turut menerima masukan dari berbagai organisasi masyarakat sipil sektor keamanan. Hadir antara lain Ketua Harian Kompolnas, Koalisi Masyarakat Sipil Sektor Keamanan, Ketua PBHI, Ketua YLBHI, Direktur Imparsial, Direktur Raksa Initiative, Anggota KontraS, Direktur Koalisi Perempuan, Direktur HRRWG, Direktur Centra Initiative, Direktur Amnesty, dan perwakilan Walhi. Keterlibatan mereka memperkuat legitimasi publik terhadap penyusunan standar baru. Polri juga mencatat berbagai kendala di lapangan, termasuk keterbatasan alat dan sumber daya di sejumlah wilayah. Namun semua temuan tersebut menjadi dasar penyempurnaan SOP agar lebih responsif dan mendukung perlindungan hak berunjuk rasa. “Transformasi pelayanan publik harus berorientasi pada standar global. Kita ingin memastikan bahwa pengamanan unjuk rasa dilakukan secara profesional, menghormati HAM, dan berdampak langsung bagi masyarakat. Itulah arah perubahan yang ditekankan oleh Bapak Kapolri,” tutup Wakapolri.